SEORANG PEMBANTU YANG MEMBANGGAKAN SIKAT GIGINYA

Sepulang dari acara Blogilicious 2012 yang baru saja diadakan di Solo, aku sadar sikat gigiku yang kubawa ke solo sudah tidak layak untuk membersihkan gigiku. Maka, dengan terpaksa aku pensiunkan seketika dan menutup telinga ketika sikat gigi itu meronta-ronta. Sikat gigi itu sudah mekar-mekar seperti rambut singa, terpaksa aku menjadi bos yang semena-mena untuk sikat gigiku yang sudah tua.

Karena tuntutan konstruk budaya atau karena pengaruh iklan pasta gigi di televisi, menggosok gigi sebelum tidur menjadi sebuah ritual yang sifatnya wajib bagiku. Ini berita yang agak menyenangkan mengingat aku tidak terlalu berteman baik dengan mandi pagi. Maka, mau tidak mau, instingku menuntunku untuk membeli sebuah sikat gigi yang baru.

Di rak tempat toko itu menjajarkan sikat giginya seperti tentara belanda, aku mulai memilah dan memilih mana sikat gigi yang paling layak untuk memenuhi kebutuhan oralku yang modern. Sikat gigi sebelum tidur itu sangat penting, tentu saja. Ini juga lebih dari sekedar perkara wasiat nenek sedari kita kecil. Sikat gigi adalah salah seorang guru kehidupan bagi kita. Bagaimana ia membantu kita membersihkan sesuatu yang sudah kita pakai untuk bertahan hidup. Jangan remehkan sikat gigi sebelum tidur, Pak Dheku, karena kemalasannya sikat gigi sebelum tidur saat masa mudanya, dua matanya hampir mengalami kebutaan total di usianya yang belum lima puluh tahun. Gigi memiliki jaringan syaraf yang rumit ke seluruh organ tubuh kita.



Di rak toko itu, aku mulai membolak-balik sikat gigi yang tergantung bersaf, diurutkan berdasarkan merknya. Saat tangan dan mataku sampai kepada sikat gigi merk oral-b, aku jadi teringat seorang pembantu rumah tangga yang dulu bekerja di rumah orang tuaku ketika usiaku masih menanjak delapan tahun. Namanya mbak Siti. Sebelum bekerja di tempat orang tuaku, ia sempat bekerja satu tahun di singapura sebagai TKW.

Entah dengan alasan suatu apa, ia selalu, dan selalu, pada setiap tema bicaranya selalu membangga-banggakan sikat giginya yang bermerk oral-b. Sikat gigi itu sudah bulukan, majikannya di singapura membelikannya dua tahun yang lalu saat dia masih bekerja di sana. Tak ada aral melintang, tak ada  air yang sedang dimasak matang, bahkan tak ada gundik siap digoyang, ia selalu saja menyinggung sikat giginya yang merk oral-b. Aku selalu bertanya-tanya mengapa ia sebegitu fanatiknya dengan sikat gigi itu.

Sampai pada saat aku menemukan sikat gigi dengan merk dan tipe yang sama di toko itu hari ini. Malam ini, ketika aku mengetik post ini dengan dimensi perasaan yang cukup mengenangkan. Harga dari sikat gigi itu hanya tujuh ribu rupiah. Aku memandangi sikat gigi itu beberapa saat, membolak-balik kemasannya, memastikan label harganya yang tidak berubah, dan meletakkannya lagi di tempatnya.

Hening.

Aku tahu mungkin awalnya aku membatin "Ini pembantu sok-sokan banget mentang-mentang punya sikat gigi mahal". Tetapi, setelah tahu harga sikat gigi oral-b nya sebelas tahun kemudian, aku jadi tahu bahwa kebanggaannya kepada sikat giginya itu memiliki dimensi yang jauh lebih dalam dari yang bisa dipikirkan seorang anak berumur delapan tahun.

Majikannya di singapura memberinya sikat gigi itu karena majikannya peduli kepadanya. Bukan harganya secara rupiah atau dolar singapura, tetapi nilai sentimentil kepedulian seorang majikannya di luar negeri dirasa lebih berharga dari emas dua puluh empat karat sepuluh kilo gram sekalipun. Mungkin saat itu majikannya bilang "Ini sikat gigi oral-b, ini merk sikat gigi yang bagus," kamudian mbak siti menerimanya dengan mata berbinar dan mengenangnya sampai mati.

Nilai sebuah ketulusan, seberapa pun kecilnya, adalah lebih suci dari gundukan harta dan limpah uang di rekening bank.

Dan semoga saja sekarang mbak siti sudah mengganti sikat giginya dengan sikat gigi yang baru. Karena tidak ada sikat gigi yang masih bagus setelah dipakai selama sebelas tahun. Meski pun merknya oral-b.