TENTANG ULTAH AUDI DAN RUMAH BEE

Hari ini tanggal 6 Agustus 2010. Angin sore menerpa mataku agak keras, membuatnya harus menyipit-nyipit agar tak kelilipan dan kemasukan debu. Apalagi daerah jemundo memang kaya akan truk yang melewatinya sehingga debu yang berterbangan bukanlah hal asing jika kita melewatinya.

“Omahe manukan Yan? Ya Allah, pucu’e dunyo ciak,” kataku pada Abyan, sahabatku dari bangku SMP yang duduk didepanku mengendalikan gagang setir revo warna biru-pitih. Yah, Abyan mengajakku menemaninya ke acara ulang tahun pacarnya. Tak kurang satu jam seperempat Aku beradu dengan angin sore sialan hingga sampai ke satu rumah di daerah Benowo. Amboi badan ini rasanya masih melayang-layang saja.

Waktu acara dimulai sekalian dengan buka bersama, seperti yang sudah Aku prediksikan kawan, nasibku takkan jauh dari kacang dan obat nyamuk. Karena disana Abyan memang tidak mengenal siapa-siapa. Apalagi Aku. Mayoritas teman satu kelas Audi (pacar Abyan) dan tetangga-tetangganya. Yang menarik, saat tamu sudah duduk semua di halaman, tiba-tiba lampu padam. Dan orang tua Audi menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan temannya yang membawa kue.

Sedikit terharu. Orang tua mereka perhatian sekali. Tapi kericuhan tak terelakkan, bukan karena pada mau rebutan kue, tapi malah lempar-lemparan sama comot-comotan kue. Asem, Aku kena juga sampek pada pliket semua pokoknya badan ini. Malah yang kasian temen dari kakaknya audi yang dari BBS tv, yang ulang tahun Audi, yang kena jembrot paling banyak malah mas dari BBS tv itu, sampek disiram es blewah sama ditoletin sambel petis. Dasar.

Acara selesainya jam 8, tapi si Abyan malah nangkring nggak mau pulang. Wajarlah, mau caper ke camer, pake sok-sok rajin bantu-bantuin segala. Hahaha. Calon SSTI sejati nih Byan. Jam 9 baru balik dari benowo yang sama sidoarjo jauhnya udah kayak jembatan sirotol mustaqim buat orang cabul, beuh.

Pulang dari situ, Aku tidak begitu memperhatikan jalan. Tapi waktu melewati satu jalan, aku tersentak. Sangat tak asing jalan ini bagiku. Jalan ini seperti menyimpan begitu banyak energy yang amat ingin kurengkuh. Amat begitu menggelayutkan romaku untuk berdiri-berdiri hingga tak ayal aku menepuk bahu abyan.

“Puter balik, puter balik,” nggak tahu kenapa tiba-tiba aja aku bilang gitu. Aku bener-bener nggak tahu kawan. Ternyata benar. Sekian detik setelah Aku nyuruh Abyan untuk puter balik, otakku seperti sudah terprogram untuk bilang belok kanan, kanan, kiri hingga sampai ke sebuah rumah sederhana yang kelihatan berumur.

ITU RUMAH BEE!!! Yah, memang gila rasanya. Rumah itu kosong, tak berpenghuni. Apa dia sudah pindah? Apa dia mudik? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus menggelayut. Dada ini membuncah. Entah perasaan apa ini. Rumah itu, ruang tamunya, dan dia yang ada disampingku, garasinya, motorku sempat terparkir disitu. Tanaman depan pagar rumah itu, aku pernah memegangnya ketika menunggu Bee keluar dari rumah. Jalan ini, tempat dulu aku sering melewatinya ketika dia marah padaku, takut untuk mengetuk pintu rumahnya karena dia selalu tidak ingin dikunjungi secara tiba-tiba. Satpam itu, ya, aku masih ingat kerut wajahnya yang melengkung ketika kusapa setiap aku mengantarkannya sampai rumah, yang berpangkal cek cok karena dia malas bawa helm sendiri.

Benar-benar sulit terdefinisi apa yang terasa oleh liang hatiku kini. Tidak ada alasan untuk mengingatnya lagi. Aku tau. Benar-benar tahu alasan dia mem-block facebook dan semua akun onlineku dari akunnya. Alasan dia menyuruh adiknya, Bela, membawa nomer lamanya. Dia benar-benar tidak ingin Aku ganggu. Tidak. Memang aku tidak boleh mengingatnya lagi. Tidak berguna. Hanya akan menggangguku dan kehidupan nyataku. Dia memang maya. Entah untuk jadi nyata atau tidak. Yang pasti memang aku harus melupakannya. Tidak ada gunanya meratap-ratap. Walau saat aku sudah puas memandangi rumahnya, berhayal mengetuk daun pintunya dan mengucapkan salam pada Ibunya, aku masih terbayang-bayang jalan ini, dimana pada pagi hari ada depot bubur ayam disini. Waktu itu aku sempat menemani Bee sarapan disini. Aku baru saja potong rambut waktu itu.

Dia mungkin telah melangkah menjauh dari kesejatian. Walau dia nakal tak mengajariku terlebih dahulu sampai aku harus terluka hebat pertama-tama. Akupun harus melangkah menjauh, dan mengangkat sauh. Hingga menancapkannya pada seseorang yang seharusnya. Membakar benang-benang yang sudah terlunglai jadi kapas. Meniup lilin-lilin kecil yang berpendar. Berpendar di angkasa raya.

Gundahku agak sedikit terobati waktu mampir ke kios CAK-CUK yang ada di jl. Mayjen sungkono. Beragam desain kaos lucu dan permainan aneh-aneh seperti monodoli, monopoli tapi dengan set lokalisasi yang ada di Surabaya seperti kremil, dolly, ban sepur wonokromo, dll. Juga ada semboyan-semboyan nakal seperti “MOTO TUKANG BECAK : TELUNG EWU JALUK SELAMET”. Atau pin yang kubeli : “TAHANAN RUMAH PKK, SERAGAM RESMI SUAMI-SUAMI TAKUT ISTRI” dengan font PKK persis KPK.

Yasudahlah. Hidup harus terus lalu tanpa harus meratap-ratap. Walau tak kupungkiri Aku sempat berpikir, Aku rela menukar sisa umurku untuk bersamanya sehari saja.