PELANA

1

Aku ingin menjadi pelana bagimu
Ketika kamu dengan wajah ceria
Ingin menunggang menit-menit yang berputar malu
Dengan sekencang cahaya, dan mengendarainya dengan menari

Tungganglah dengan cepat, bu!
Karena semakin kencang larinya, akan semakin cepatlah datangnya pagi
Kaki-kaki menit cukup kuat meski kuku-kukunya melegam karena kotoran

Aku ingin menjadi pelana bagimu
Sekuat pilar-pilar pualam 
Demi sepuluh sidik-sidik jari yang menengadah ke arah awan di setiap khidmat


Meski kamu adalah bibir perigi
adalah sebongkah nisan yang tidak dapat tersenyum
Tapi aku mengingatmu setiap melihat tubuh telanjang perempuan

Aku mengingatmu setiap membenamkan diri diantara dua payudara perempuan dengan dua puting yang mengeras
Berharap mati dan dapat mengubur diri di sana
Bersamamu...
menjadi pelana ketika kamu ingin mengendarai menit-menit yang berputar malu...


Untuk almarhumah Ibu, Holipah binti Abu Bakar...
Bulan Maret di sebuah tahun yang aneh-----


2

Pertikaian devosi yang hebat dalam diri sendiri adalah suatu yang wajar di usia beranjak kepala dua. Karena dua kepala dalam satu tubuh akan selalu berselisih. Ketika memiliki kepala yang ketiga, akan ada kepala yang menjadi hakim. Tidak peduli kepala itu bijaksana atau malah bedebah.

Seperti secangkir kopi. Tubuhku bergetar setiap meminumnya dengan dua sendok gula di pagi hari. Dan lemas ketika melewatkannya.

Aku ingin kamar mandi yang lebih bagus. Mungkin dengan pancuran berwarna keperakan yang belum berkarat.
Aku ingin semuanya.
Dan ketika terbaring, aku tenggelam oleh wajah-wajah ibu.

Terima kasih.
Kamu adalah ibu yang membanggakan.