LEMBU BETINA

Aku yakin, perempuan bukan hanya sesosok makhluk lembut yang menangis ketika diperdengarkan musik-musik cengeng. Bukan sekedar sebuah kendaraan untuk lahir di muka bumi lewat liang vagina yang gelap dan bukan sekedar dua payudara membusung yang menenangkan (karena teringat dengan kasih sayang ibu kita).

Aku yakin, perempuan bisa menjadi lebih kuat dari sekedar baja dan pilar-pilar bangunan eropa kuno yang megah.

Karena pada hakikatnya, seluruh perempuan dilahirkan ke dunia sebagai seorang ibu. Entah dia manusia, illama, hyena, paus biru, atau pun landak jawa. Aku menyaksikan sendiri ketika Bleki (Kucing sederhana yang setia di rumah kontrakanku) melahirkan ke lima ekor anaknya yang lucu-lucu, sendirian, begitu tegar dan tidak meminta bantuan. Aku terharu, memberinya selimut, dan segera memikirkan nama-nama yang baik untuk anak-anaknya. Bagaimanapun, dia seorang ibu!

Ini minggu-minggu yang buruk. Di ujung usia sembilan belas, dengan pertentangan emosi yang sangat tidak stabil. Mengalami kesulitan devosi dan berkali-kali goyah, jatuh bangun membangun lagi kepercayaan-kepercayaan lama tentang konsep keilahian yang ibarat dioyak ombak lima serbu.



Kamu tidak ada, sayang. Jangan berpura-pura. Aku yakin sebenarnya kamu memikirkanku dan sekarang aku sedang kacau. Kamu di mana?

Dulu kamu datang sesuai janjimu dengan bermacam-macam jendela di pelukanmu dan kamu membiarkanku memilih untuk memasuki dunia dari jendela yang mana. Aku memilih yang warna kuning dan kamu lebih menyukai yang warna biru langit. Padahal, aku lebih tenang dengan warna sian. Maafkan aku yang sering berdusta kepadamu.

Karena bagiku, kamu lebih dari sekonstruk seorang mantan pacar yang pernah aku cintai (dan aku benci ketika aku bilang "Aku cinta kamu", aku memakai seluruh ketulusan yang ada di dalam dadaku hingga arteriku bergetar, dan mungkin alam semesta dan molekul-molekulnya sedang berkonspirasi membuatnya menjadi nyata.

Bagiku jauh lebih rumit dari itu semua. Kamu juga seorang sahabat, seorang guru spirituil, dan juga seorang ibu bagi anak-anak khayalanku. Yang masih menjadi embrio di otak belakangku, dan aku menyayangi mereka yang tersenyum lucu.

Sekarang, yang bisa kulakukan hanyalah berbaring malas dengan selimut warna biru sambil menonton film-film bodoh. Aku tidak pernah benar-benar menontonnya, karena pemeran wanita utamanya selalu kalah cantik denganmu. Aku sudah bilang kalau aku selalu membanding-bandingkan seluruh dunia denganmu. Dan jawabannya selalu sama. Semakin membuatku merasa tak beribu, sendiri, dan menunggu mati.