METODE PENELITIAN DAN DUA POTONG KUE BOLU


Oh Tuhan! Saya belajar metode penelitian!

Pekik hati saya waktu Rumah Sinema memberikan pelatihan internal untuk para volunteernya. Saya menyenangi hal-hal yang berbau ilmiah, dan pelatihan metode penelitian ini seakan upacara pemberian pusaka tombak bermata tiga untuk prajurit-prajurit volunteer agar dapat membedah masalah-masalah yang ada di dunia dengan gagahnya. 

Ketika pelatihan pertama, mbak Dyna Herlina (salah satu pendiri rumah sinema) memberikan pengantar tentang dasar-dasar penelitian dan klasifikasinya. Dan... ternyata belajar metode penelitian memang tidak semudah mengakses situs porno di negeri ini, dan sejenak aku berpikir, kalau belajar bermain akordeon akan jauh lebih menyenangkan (mungkin aku akan terlihat keren memainkannya di depan teman-teman perempuanku). Tapi hasutan-hasutan semacam itu dapat kutangkis dengan mudah karena semangat ilmiah di dalam dada ini sudah menjelma bara. Tak dapat ditakar-takar lagi. 

Karena saya dari Institut Seni Indonesia, saya merasa ini pelampiasan yang bagus untuk menyeimbangkan dunia saya : antara seni dan ilmu (ini sinergi yang hebat). 

Di pertemuan pertama itu, mbak Dyna menjelaskan tentang Paradigma Penelitian yang diklasifikasikan menjadi : radical humanism, radical structuralist, intrepretivism dan functionalist. Radical humanist berparadigma membangun radical change dari sudut pandang yang subjektif. Radical humanist ini memiliki beberapa kesamaan dengan paradigma interetivism. Sama-sama subjektif, induktif, dan bersifat kualitatif. Tujuannya juga sama-sama memberikan regulitas, bukan perubahan. Namun, radical humanist bereferensi pada pandangan terhadap masyarakat yang menekankan pentingnya menjatuhkan atau melebihkan limit dari pengaturan sosial yang sudah ada.

(Ya, benar, sampai situ saja aku mulai merasa aku berpotensi untuk sudah menjadi botak di semester lima)

Sedangkan radical structuralist, memiliki kesamaan-kesamaan dengan paradigma functionalist . Bersifat objektif, kuantitatif dan deduktif. Paradigma functionalist sering kali memakai teknik survei untuk pisau bedahnya.

Di pertemuan berikutnya, mbak Dyna mulai mengejawantahkan kepada kami tentang metode penelitian survei. Metode ini paling banyak digunakan untuk penelitian kuantitatif, dapat melibatkan 1 variabel atau lebih, biasanya digunakan untuk mengetahui kausalitas antara variabel sehingga dapat ditarik generalisasi.

Well, apa kamu pernah berbelanja di super market yang besar, membeli pasta gigi yang biasa kamu pakai, tiba-tiba ada orang berpawakan intelektual muncul dari etalase susu bayi kemudian memberondongmu dengan pertanyaan-pertanyaan atau memintamu untuk mengisi kuisoner? Itu salah satu tahapan dalam metode survei : mewawancarai responden dan merekam datanya. Tentu saja sebelum mencari data harus dirumuskan dulu hipotesis yang cerdas berdasarkan teori yang sudah ada, perencanaan (koding), melakukan uji coba instrumen, menentukan populasi, kerangka sampel, ukuran sampel dan memilih sampel. 

Setelah terkumpul datanya, baru kita bisa mendeskripsikan metode dan temuan, presentasi, kritik, dan evaluasi,

Di pertemuan ketiga, ternyata saya mendapati metode yang lebih melelahkan dari pada survei, yaitu metode penelitian eksperimental (jika ini film, harusnya sudah ada backsound suara guntur menggelegar). Di pertemuan ketiga ini, Rumah Sinema mengundang mbak Rindang Matoati untuk berbagi pengalaman perihal metode ini. 

Survei dan Eksperimental sama-sama teknik pengumpulan data kuantitatif, namun, metode eksperimental memberikan manipulasi, memberikan perlakuan atau mengkondisikan kedaan yang berbeda kepada subjek penelitian.

Misalnya, dalam pertanyaan : Apakah merokok menyebabkan penyakit jantung?

Kita akan mendatangkan orang-orang yang kita bagi, satunya orang ini kita suruh merokok, dan satunya tidak diberi rokok, kemudian baru dilihat bagaimana reaksinya.

Aku melihat kue bolu di depanku. Di kardusnya terdapat tulisan "Bika ambon". Aku berpikir, jika aku mau meneliti, apa orang yang makan kue bolu dari kardus bertuliskan bika ambon akan mengira ia telah memakan bika ambon, aku harus memakai metode penelitian yang mana?

Aku masih harus banyak belajar.
masa muda memiliki energi yang hebat untuk membentuk sesuatu. Dan lebih bijaksana energi itu tidak habis untuk bir, rokok, dan baju-baju bermerk. Jika seluruh pemuda mengalirkan energinya untuk belajar, Indonesia yang hebat sedang menuju ke arah kita.