RASA TAKUT

Kenapa setiap orang harus merasa takut?
Setiap saat?

#
Ketika aku masih magang di Jakarta beberapa tahun yang lalu, aku mendapati orang-orang berjejal-jejal  ketika busway datang di haltenya. Mereka langsung memasang badan ketika busway sudah berada dua puluh meter dari halte. Matanya waspada, kakinya siaga. Mereka takut tidak kebagian tempat di dalam busway. Ketika busway telah mencapai halte dan pintunya dibuka, mereka bak serdadu perang langsung menyambar-nyambar berebut tempat duduk, saling mendahului, saling dorong, berjibaku tak mau tahu. Mereka pura-pura tidur saat ada nenek tua atau seorang ibu yang menggendong anaknya berdiri sepanjang jalan.

Rasa kemanusiaan mereka benar-benar telah dibutakan oleh rasa takut mereka. Rasa takut mereka dari lelah, pegal, dan kesemutan. Padahal, kebaikan kecil jauh lebih besar artinya ketimbang tidak lelah sepanjang jalan.

#
Ketika aku bertandang di mall hanya untuk cuci mata mencari vitamin A, alias mencari pemandangan yang menyejukkan mata (asal tahu saja mall adalah tempat terbaik di dunia karena setiap wanita di sana selalu berdandan) aku juga terbelalak. Aku sering ke mall sendirian, membeli secangkir kopi sebagai teman menghabiskan puntung-puntung inspirasi dan membaca buku. Kadang-kadang, aku harus bersusah payah untuk menahan tawa setiap melewati rak-rak diskon.

 Rak diskon selalu ramai oleh ibu-ibu dengan mata pemburu. Takut tidak kebagian barang diskonan atau takut kedahuluan orang untuk mengambil barang yang bagus. But hell shit! barang itu satu jenis ada dua gunung, kenapa mereka harus takut kehabisan? Bukankah lebih nyaman jika bersikap tenang dengan kepala dingin dalam memilih barang? Kenapa mereka tidak biasa saja? Kenapa gitu loh harus terjebak ketakutan sendiri?

#
Saat memasuki bulan ramadhan, aku menjelma menjadi takjil hunter. Bersama beberapa teman berpindah dari satu masjid ke masjid lainnya setiap maghrib untuk mengkomparasikan mana masjid yang ta'jilnya paling enak sejogja. Yes, we are genius.

Tapi ternyata, kami bukan satu-satunya kelompok takjil hunter. Banyak anak-anak muda yang juga datang ke masjid hanya untuk mencari menu berbuka gratis. Mereka tidak benar-benar mendengarkan ceramah. Mereka bergumul dengan  smart phone mereka masing-masing saat khatib berceramah. Tetapi, begitu detik pertama adzan maghrib dikumandangkan, mereka langsung semacam kesurupan, tiba-tiba berenergi dan tergesa-gesa berlari  ke tempat di mana takjil ditumpuk untuk dibagikan.



Mereka sangat takut jika tidak kebagian takjil. Padahal takjil itu cukup banyak untuk dibagikan dua-dua kepada setiap jamaah yang ada. Mereka gelisah, mereka tidak tenang.
Kemudian, selesai makan, mereka bersendawa keras-keras, tertawa-tawa, lalu menyulut rokok. Tepat di depan pintu masjid.

Mereka takut tidak kebagian takjil. Tapi kenapa mereka tidak takut mengotori pintu rumah Tuhan?

#
Kita selalu merasa takut.
Kita gelisah akan masa depan kita yang tak pasti. Kita mengisi otak kita dengan banyak hal tidak penting hanya demi CV yang sempurna, demi indeks prestasi yang brilyan, demi dianggap pintar. Hanya karena takut akan masa depan. Padahal, masa depan tidak akan pernah pasti.

Saya setuju dengan kaum budha yang mengatakan ini. Bahwa yang terpenting adalah masa kini. Memikirkan masa depan lebih banyak mendatangkan masalah dan kegelisahan.

Kita ingat kata Dahlan Iskan dan Chaerul Tandjung di dalam biografinya, bahwa mereka justru sukses karena tidak punya cita-cita. Cita-cita, ambisi, dan apa pun itu, hanya akan mengotori batin kita untuk merasa takut.

 Padahal, semua agama, agaknya menyarankan kita untuk menghindari ambisi. Budha, Hindu, Islam, Kristen, Mani, Majusi (zaratustra), ajaran Kong Hu Chu, dan semuanya, menyarankan kita untuk hidup dengan batin yang welas asih, damai, bersih, dan tidak berambisi.

#
Bahkan, ketika kita merasa takut kepada DOSA DAN NERAKA, sebenarnya kita sedang tidak lolos ujian dari Tuhan. Ketika kita hanya mengejar pahala dan surga, kita pun juga tidak lolos ujian.

Beberapa orang tidak takut dengan dosa dan neraka. Mereka menjalankan semuanya bukan demi surga atau pahala, tapi murni ikhlas karena Alloh. Mereka sudah sangking cintanya pada Alloh dan rosulnya sampai-sampai tidak peduli lagi apakah ada surga dan pahala atau tidak. They just... IKHLAS.

Kaum Budhis pun sangat pengasih. Budha tidak pernah mengajarkan sistem hukuman. Mereka memberi tahu kesalahan dengan sikap, bukan teori.

Kenapa kita merasa takut untuk tidak peduli dengan teori-teori ilmiah itu padahal pengalaman adalah guru yang paling berharga?

#
Dari semua hal yang ada, yang aku takutkan hanya satu : mencintaimu.