AKHIRNYA, BU.

Seakan hampir sampai pada sebuah akhir cerita yang berakhir dengan bahagia,
Akhirnya kesempatan untuk memeluk ibu datang juga.
Malam ini aku berangkat ke pulau bangka. Tanah asal yang masih sangat misterius bagiku, penuh pertanyaan, dan kalimat-kalimat tak terungkapkan.
Akhirnya, setelah penantian panjang selama sembilan belas tahun, aku akan berhasil menyentuh nisan ibu, membayangkan memberinya ciuman di tangan dengan cara yang paling berbakti, memberinya seiris pelukan paling merindu, dan tatapan paling mencintai yang bisa diberikan seorang anak yang ditinggal wafat saat usianya baru menginjak sebelas bulan.

Akhirnya, setelah penantian yang sangat lama, setelah berjilid-jilid cerita hidup yang pahit terlewat, aku akan mengarungi laut jawa dan menginjak tanah bumi ibu.

Beberapa bulan yang lalu, Bang Boy, seorang sepupu dari bangka berkunjung ke jogja dan menceritakan masa lalu ibu. Aku tahu, ketika mendengar cerita-cerita tentang masa lalu ibu yang tidak pernah kamu kenal seumur hidup, dan menangis, berarti aku hanya sedang merindukan pelukan-pelukan yang tidak pernah terjadi.

Apakah aku sudah pantas menemui ibu? dengan diriku yang kacau begini?
Ibu pasti menerimaku. Meski aku kerap lalai mendoakannya di hari-hari yang penuh kekelaman.



Selama hampir tiga belas tahun bapakku menikahi seorang wanita, aku benar-benar merasa buta dengan keluarga-keluarga di bangka. Ya, seorang wanita yang berkali-kali menyembunyikan foto ibuku yang kupajang di meja rias. Aku selalu memajangnya lagi, sebelum ia menyembunyikannya lagi di atas lemari atau di dalam laci. Aku tidak pernah bicara tentang ini langsung kepadanya. Karena mengkritiknya sama dengan memukul singa lapar dengan ranting yang rapuh.

Tapi masa lalu biarlah menjadi masa lalu, jangan dijelmakan duri yang menghambat jalan.

Sekarang, aku merengkuh kebebasanku, aku bisa memilih jalan, meski aku bukan seorang navigator yang baik.

Ini seperti sebuah kisah epik dengan akhir cita-cita sederhana yang akhirnya kesampaian. Baru kali ini aku merasa Tuhan begitu dekat dalam menyayangi doa-doa kita.

bu, akan lunas rinduku,
aku akan jelma kara yang tumbuh dari sebatang
menjadi rerimbun
meneduhkan musafir-musafir yang kelelahan
melindungi anak-anak yang berkejar-kejaran 
waktu hanya tinggal sebadan
Hilang sudah sedu sedan