PUISI UNTUK GUKI

Rest In Peace Guki...
My lovely cats...
(June 13th 2012, 03.54 AM)

I love you more than a person love his cat...
I watched you cry for the first time when you were born..
I holded Jibril's arm tightly because... It's wonderfull watched you born..

I'm sorry i kicked you many times because you were fussy..
I'm sorry i forgot to feed you many times, and you were starting nag...

Guki, mungkin aku bukan seorang manusia paling bersahabat yang pernah ada di muka bumimu. Tetapi kamu harus tahu betapa bahagianya aku ketika melihatmu tidak berdaya keluar dari perut ibumu, Bleki dengan tali pusar merah bata dan ibumu mulai menggigitinya sampai putus, tanpa bantuan dokter. Aku menontonnya bersama Jibril, sahabatku. Itu pertama kalinya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri makhluk Tuhan lahir ke dunia. Aku dan Jibril menjerit-jerit dan Mbah kontrakan menertawakan kami yang lugu.

Aku masih sangat ingat tanggal kelahiranmu : 24 Desember 2011.



Setelah kamu lahir, kemudian Ibumu berantai melahirkan keempat adikmu : Dogi, Bosche, Oneng, dan Scooby. Yang akhirnya Mbah kontrakan membuang Oneng, Bosche, dan Scooby karena menyusahkan. Kamu tahu Guk? Saat Mbah kontrakan membuangnya, hatiku seperti seorang Ayah, atau ibu yang kehilangan anaknya. Perih seperti infeksi perasaan. Tapi aku mencoba tegar dan menyayangimu dan adikmu Dogi dengan caraku.

Kamu adalah kucing yang sangat cerewet, Guki. Kamu memiliki ekor yang sempurna dan bulu yang bersih. Kamu anak tercantik ibumu, sekaligus yang paling cerewet. Aku tidak membencimu ketika mengumpatimu karena terlampau banyak bacot. Itu sesuatu yang... beberapa orang menyebutnya "ngangeni".

Kemarin, tanggal 12 Juni 2012, lampu teras rumah kontrakan tiba-tiba mati. Lampu ruang tamu juga sudah lama mati. Entah ini pertanda apa tapi aku memiliki firasat yang tidak baik tentang itu. Sampai hingga aku hendak keluar rumah dan betapa terkejutnya aku melihatmu terkapar di halaman, kejang-kejang dengan mulut penuh pasir dan busa. Matamu hanya setitik dan tubuhmu kaku tidak berdaya.

Guk, andaikan kamu tahu betapa paniknya waktu itu. Aku sudah mencoba memberimu alas keset yang bersih dan membungkus tubuhmu yang mungil dengan banyak kain agar kamu terasa lebih hangat. Tetapi kejangmu tak kunjung reda. Aku sudah mencoba memberimu air dan mencekokkannya ke mulutmu, tapi tidak berpengaruh sama sekali. Aku juga mencoba menggerus Inza dan meminumkannya kepadamu tapi kamu tidak menunjukkan perubahan sama sekali. Aku sempat dengar bahwa parasetamol bisa meredakan demam pada kucing juga.

Saat itu, aku sangat ingin membawamu ke rumah sakit guki. Walau kamu kucing kampung, tapi aku menyayangimu lebih dari sekedar seorang remaja pendatang mencintai kucing lokal untuk dikasihani, dibelai-belai dan diberi makan. Kamu sahabatku, Guki...

Aku tidak peduli dengan orang-orang yang menganggapnya tidak penting. Aku ingin menangis sejadi-jadinya, aku ingin meraung-raung sepuasku... Dan aku sungguh lemas mendapatimu terbujur kaku tak bernafas pukul empat pagi.

Guki, andaikan sebuah puisi cukup untuk mendekap dan bermain bersamamu lagi, ingin aku buat seribu candi dengan puisi di setiap sudutnya, dengan huruf pallawa dan simbol-simbol yang rumit. Kamu pantas dikenang dan diberi monumen. Aku sungguh merasa kehilangan, dan... kematian selalu menyisakan luka. Andai saja aku bisa mengumumkan kematianmu di mushola belakang, pasti sudah kulakukan dengan menyetel volume pengeras suara terkeras yang paling membahana. agar sudut-sudut bumi tahu, bahwa kamu adalah kucing dan sahabat yang hebat.

Kamu bersingsut seperti kacang polong
Menari seperti nada-nada violin
Menyanyi seperti lumba-lumba yang cerewet

Bunga tumbuh di bawah dagumu
Tempat aku mengelusnya setiap pulang kuliah
Ekormu emas, kakimu permata
sahabat yang tak tergadai suatu apa

Punggungmu bertumbuh sayap
Dan sekarang kamu terbang
sambil menari seperti serenade nada-nada violin
sambil menyanyi seperti koloni lumba-lumna yang cerewet
dan kamu masih menari...
dan kamu masih menyanyi...

13 Juni,
Dipa