KERABAT YANG DATANG DI SAAT SENJA

Fakta pertama, Ibuku meninggal sembilan belas tahun yang lalu. Fakta kedua, Ibuku berasal dari pulau Bangka. Fakta keempat, Ibuku dimakamkan di tanah di mana Ia berasal. Fakta kelima, jarak dari Yogyakarta ke Bangka itu cukup jauh. Fakta keenam, ini sangat menyebalkan ketika aku merindukan Ibuku dan ingin berkunjung ke makamnya. Bodoh sekali ya kedengarannya?

Sejak lama, silaturahmi aku dan keluarga-keluarga di sana sangat kurang. Bahkan aku merasa sangat asing ketika bang Boy, anak dari kakak ibuku (kakak sepupuku) kebetulan datang berkunjung ke Jogja karena mengikuti sebuah pelatihan di UGM. Ketika kami bersalaman pertama kali, kami benar-benar belum saling mengenal. Tubuhnya kurus sepertiku, pandangannya tajam dan dialek melayunya mengingatkanku pada sebuah adegan dalam film Laskar Pelangi.

"Pa, kita terahir bertemu saat kau masih bayi, belum dapat berjalan kau pa. Saat pemakaman ibumu. Selesai itu, habis sudah cerita kita, Pa,"



Orang Bangka lebih suka memanggil orang dengan suku kata terahir namanya, berbeda dengan orang jawa yang selalu memanggilku "Dip,". Bang Boy orang yang periang dan kelihatan sangat menikmati ketika Ia bercerita banyak hal tentang Bangka. Tentu saja aku juga menikmati mendengarnya, karena aku adalah manusia berdarah Bangka yang hampir buta tentang budaya Bangka. Aku merasa menjadi seorang antropolog paling gagal di dunia karena tidak mengerti sama sekali tentang Bangka dan segala persilangan budaya yang terjadi di sana.

Tapi, aku paling menikmati ketika Bang Boy bercerita serpih-serpih kalimat tentang Ibuku. Itu yang Aku tunggu sejak pertama kali mendengar kabar Ia akan berkunjung ke tanah Yogya yang damai (katanya).

"Pa, Ibumu itu yang paling 'lebih' diantara anak-anak nenek. Ibu kau itu paling lengkap Pa. Kau bayangkan, ibumu punya kakak tiga, dan adik juga punya tiga pa!"

"Kalau nenek ditanya siapa yang paling pandai, beliau selalu jawab Ibumu. Pernah ditanya begitu itu Nenek. Memang pandai Ibumu, apalagi di bidang matematika! Jago kali lah... Ibumu juga yang paling kecil diantara saudara-saudaranya. Makanya Aku tak kaget lihat kau kurus begini Pa... Ibu itu emang orang yang hebat,"

"Benar kata orang Bangka sana... Orang yang kebanyakan 'lebih'-nya itu lebih cepat diambil Pa. Tapi pasti kau berpikir, kenapa Ibumu ingin dimakamkan di Bangka? ngabisin ongkos saja kan? Enggak Pa... Ibumu itu tahu, banyak yang sama dia di Bangka.. Dari pada di Surabaya mungkin nggak bakal keurus Ibumu,"

Ia menghirup-hembuskan rokok seperti mesin uap kereta saja. tapi itu membuatnya nyaman bercerita panjang lebar.

"Iya, bang Boy. Suatu saat aku akan ke Bangka. Antarkan aku ke makam Ibuku,"

Kami mengobrol panjang. Obrolan-obrolan yang kurindukan karena aku merindukan semua kerabatku yang ada di Bangka. Mereka simpul-simpul jati diriku dan aku harus mengenal mereka. Suatu saat. Dan itu pasti terjadi.