SEBUAH KONSEP YANG KURINDUKAN ITU ADALAH "BERTEMU IBU"

Kemarin lusa, sekitar hari rabu ( kalau ingatanku belum terkontaminasi buku-buku semiotika media), Sutan teman kontrakanku mengajak Aku dan Jibril ke Hotel Santika menemui Ibunya yang kebetulan saja sedang ada acara kantor di Yogyakarta. Sempat berhujan-hujan sedikit di perjalanan menuju ke sana, hatiku baru benar-benar menghujan ketika melihat Sutan mencium tangan Ibunya dengan secara khidmat dan penuh kerinduan. Ada sebelisak duri di hatiku yang mengganjal begitu saja. Duri itu bernama = IRI.

Ketika Ibunya memeluk Sutan dengan segala diksi yang tersirat dari pelukan itu, duri di dalam dadaku semakin menggelinjang membuncah-buncah. Sesak. Ada suatu onak yang tak dapat kuhindari. Ibunya Sutan baik sekali. Dari Hotel santika, Kami naik taksi dan makan di ambarukmo plaza (AmPlaz). Dari sudut mata Ibunya Sutan, kentara sekali di sana terpancar kerinduan seorang Ibu kepada anaknya yang kuliah jauh dari kampung halaman. Sutan, dengan tubuhnya yang besar, tampak lucu malu-malu ketika merengek karena Ibunya memperlakukannya agak seperti anak kecil.

Seumur hidup, belum pernah Aku berani membayangkan dirindukan oleh seorang Ibu. Seperti yang telah lama Aku curahkan dalam blog ini. Ibuku meninggal di usia yang amat belia. belum genap kepala tiga. Ketika umurku masih 11 bulan. Masih pasrah di dalam gendongan.  Aku juga tidak berani mengira-ngira bagaimana rasa hangatnya sebuah pelukan oleh Ibu yang melahirkan Kita, dan memandang wajah kita dengan penuh senyuman ketika kita masih bayi, menatap penuh doa agar kita dikaruniai kebaikan-kebaikan yang ada di dunia ini.



Karena, memikirkan hal-hal semacam itu saja sudah membuat tidurku gelisah. Membuat lelap serasa sungkan menghampiriku, jauh mengangkasa dan baru mengelusku menjelang pagi. Tuan lelap yang baik hati, Kamu tidak perlu menjauhiku karena tahu aku sedang ingin sendiri, karena dengan kamu bersahabat denganku di malam-malam yang penuh kerinduan, justru hatiku akan terasa lebih baik.

Yogyakarta, memberi semua kriteria untuk hidup bahagia. Seperti yang kukatan, bahkan udaranya pun ramah. Tapi, Aku sadar, ada beberapa kekosongan yang kurasakan. Ada konsep-konsep yang teramat kurindukan.

Konsep pertama adalah BERTEMU IBU. Bisa dikatakan, Aku belum pernah sempat mengenal Ibuku karena Beliau wafat di usiaku yang masih sebelas bulan. Sehingga, dapat dikatakan aneh jika aku merindukan seseorang yang secara teknis belum pernah aku kenal.  Pun begitu, aku merasakan ada sebuah ruang hampa di ruang hatiku yang sejatinya tersedia untuk bulir kasih-kasih seorang Ibu. Aku merasakan sebuah ruang nirmana, ruang kosong yang tidak bermakna, tanpa dimensi, dan tak berwarna. Hanya kekosongan di dalamnya. Aku ingin bertemu Ibu. Aku ingin bertemu ibu meski hanya untuk berbohong kepadanya dengan mengatakan bahwa aku baik-baik saja di bawah asuhan kehidupan.

Konsep kedua yang kurindukan adalah KELUARGA. Aku punya banyak teman-teman yang hebat di sini. Mulai dari Sabang sampai Merauke. Tapi, tetap saja Aku merindukan himpitan hangat sebuah keluarga meski pun tidak utuh. Aku rindu aroma ac mobil keluarga dan musik jazz yang melantun lembut di perjalanan pulang sehabis belanja buku di gramedia. Aku hapal lagu-lagu kesukaan Bapakku, aku bahkan hapal bagaimana reaksi tangan bapakku ketika menyetel lagu-lagu lawas itu di mobil. Atau kelakuan Kakakku yang gemar duduk di jok belakang sebelah kanan agar dapat berkaca. Bisa dikatakan, semua hal itu sirna ketika Bapakku menikah lagi. Aku tidak peduli apa kata menit-menitku, tapi hal itu yang kurasakan, Aku merasa konsep keluarga sudah tidak berlaku ketika Bapakku menikah lagi.

Konsep selanjutnya, adalah konsep PULANG. Dan Aku tak tahu, di mana rumahku yang sebenarnya dan ke mana aku harus pulang. Sekrang Aku merasa kesendirian adalah rumahku, dan sunyi adalah bapak angkatku.


4 Oktober 2011,
Dalam kesendirian dan nada-nada sumbang