Siang yang Paling Menang(is)

Emosi ini
Ingin kurekam pada sebuah puisi

Sebuah siang paling menang
Sebuah siang paling menangis

Langit gersang
Karena seluruh hujan tumpah di wajahku

Kubaca surat dari bapak
Kata per kata
Beranak pinak
Menjadi kalimat
Mengandung restu

Kututup kaca helm
Hujan badai terjadi di dalamnya
70 kilometer per jam motor kupacu

Biar orang-orang tak mendengar
Derai haru tangisan anak bujang
Hendak melepas lajang

Menyambar-nyambar
Bayang-bayang wajah mempelai
Tumpah ruah seperti doa
Berlinang-linang di sekujur pembuluh darah

Wanita yang memperjuangkan
Telah memenangkan
Bawa aku dan hujan
Sebagai piala

Sedangkan matahari betulan masih santai saja memanggang orang-orang di jalan-jalan yang tak lengang.

Jl. Parangtritis, setelah membaca e-mail bapak
Desember 2016

Comments