Lautan Pejam


1

Ia seperti lautan. Suatu hal yang aku takuti karena aku tak bisa berenang. Tetapi, aku ingin menantang hal-hal yang aku takuti dengan cara memahaminya. Ia adalah lautan, dan aku ingin menyelaminya hingga palung terdalam.

Jakarta, kota yang tadinya begitu aku benci karena bising dan tak teratur, menjadi tempat yang paling aku nanti-nantikan untuk bertandang. Setiap mataku memejam, ikan-ikan berkumpul di ujung mimpiku, membuatku menebak-nebak maknanya. Mengingatkanku pada ke dua mata mungil kekasihku. Aku jatuh cinta padanya melebihi seluruh jatuh cinta yang pernah meremukkan rongga dadaku.

Aku akan menikahi wanita ini.

Ada orang-orang yang membenciku karena hal ini. Aku tak akan menyusun pledoi untuk itu. Seperti aku tak akan mempertanyakan kenapa beberapa manusia ingin menanam sayur-sayuran di halaman belakang rumahnya. Aku tidak ingin menjadi tokoh antagonis dalam hidup seseorang, tetapi jika hal itu dapat membuatnya lebih mudah, maka aku menerimanya.

Cinta tak seformal surat kontrak perjanjian bisnis atau kode etik jurnalistik. Meski cinta jauh lebih rumit daripada hal itu. Ia melengkapiku, dan aku melengkapinya. Kami berbeda satu sama lain dan saling mengisi. Kami seperti lautan dan ikan-ikan.

Ada orang-orang yang mempertanyakan pilihanku, kenapa buru-buru?. Toh aku laki-laki, masih berusia 24, punya penghasilan. Bukankah lebih enak foya-foya dulu? Akan naif jika aku menjawab untuk menyempurnakan agama, karena aku bukan orang yang religius. Aku memutuskan ingin menikah karena telah menemukan orang yang tepat. Sesederhana itu. Lagipula, soal foya-foya, aku tak terlalu menikmati hal-hal fana tanpa makna, dan aku tak akan menjadi orang yang bukan diriku.

Aku tidak terlalu akur dengan ibu tiriku sejak ia dinikahi bapak 17 tahun yang lalu. Hal itu membuat seseorang di dalam diriku merasa haus untuk memiliki keluarga yang saling menyayangi. aku ingin membangunnya sendiri, dengan orang tepat yang aku temukan.

2

Aku memahami betul, cinta dan pernikahan adalah dua hal yang berbeda. Seperti air dan minyak. Tetapi, cinta dan pernikahan tidak terjerat pada hukum-hukum kimiawi seperti air dan minyak yang tak dapat disatukan. Meski aku yakin, tidak semua orang beruntung dapat menikahi seseorang yang amat dia cintai.


Ada pernikahan-pernikahan yang terjadi dengan dasar perjodohan, situasi (kepepet), ekonomi, usia, dan lainnya. Hal itu membuatku merasa menjadi manusia paling beruntung di seluruh ekosistem. Aku akan menikahi orang yang aku cintai.

3

Menikah bukan hanya tentang mempersatukan sepasang kepala yang kasmaran. Kamu seperti diajak menyelami sebuah pengalaman spiritual seluas lautan. Menyatukan keinginan manusia yang sebanyak ikan-ikan.

Menikah adalah hal baik. Lebih baik lagi jika dilaksanakan dengan baik. Seperti memaafkan masa lalu, memaafkan diri sendiri, memaafkan alam semesta.

Cinta tidak buta. Bahkan cinta lebih luas dari malam ketika mata kita terpejam.

Comments