#IndonesiaJujur : Tak Ubahnya Mempertanyakan Paradoks

Mempertanyakan kejujuran di Republik ini, agaknya setali tiga uang dengan mempertanyakan sebuah paradoks. Artinya sama saja dengan mempertanyakan sebuah pertentangan. Karena kejujuran, sepertinya sudah lama tereduksi dari budaya kita. Kalaupun ada tema kejujuran yang membahana, itu hanya masih sebatas di atas mimbar pidato. Tersebab oleh reduksi tersebut, kejujuran nampaknya sudah terbagi menjadi dua kutub, menjadi paradoks, yaitu "kejujuran kamuflatif" dan "kejujuran sejati"..

 Kasus Aam, yang disinyalir menjadi objek eksploitasi persontekan masal yang terjadi di SDN Gadel 2, Tandes, Surabaya, menjadi sebuah fenomena yang menggetarkan. Menjadi sebuah bukti terkikisnya moralitas demi sebuah kepentingan kelompok yang kompleks.  Yang lebih mengenaskan, Ibu Aam, yakni Ibu Siami, ditendang sana-sini ketika mencoba melaporkan kecurangan tersebut. Ia malah terkesan dikucilkan karena mencoba memperjuangkan kejujuran. Menjadi jelas di mata kita, betapa UNAS menjadi semacam perjudian yang mempertaruhkan jabatan dan pencitraan suatu kelompok sampai mencabang secara birokratif.

Ini juga menjadi sebuah ironi, karena saat mengomentari perihal jebloknya UNAS SMP dan SMK/SMA di Surabaya (tidak ada yang masuk jajaran tiga besar JATIM), Drs. Sahudi, Kadis Pendidikan Kota Surabaya, mengklaim Surabaya jeblok karena lebih jujur, Ia lantas secara tidak langsung menyentil daerah lain yang dianggapnya lebih tidak jujur. Kasus SDN Gadel 2 ini menjadi sebuah ironi yang teramat menggelikan mengingat itu.

Tapi kita tidak bisa lantas mengadili Aam dan SDN Gadel 2 sebagai peristiwa persontekan terheboh dan paling tidak bermoral sepanjang sejarah pendidikan. Karena sudah menjadi rahasia umum seperti apa orientasi pendidikan di Indonesia yang memang lebih mengacu pada hasil akhir dengan mengesampingkan proses. Berdasar pengalaman Saya ketika jobtraining di bawah naungan SEAMEO SEAMOLEC (lembaga pendidikan asia tenggara yang beroprasi pada pendidikan jarak jauh), Saya melihat hal tersebut secara lebih gamblang. Karena tenaga guru di Negeri ini memang dituntut macam-macam dengan ekspektasi hasil yang tinggi secara data,tertulis, bukan hasil yang lebih realis dan fungsional.

Saya berpikir lagi, kasus tersebut hanyalah semacam penyentilan rahasia umum. Atau media sedang kaurang bahan untuk diberitakan. Saya geli mendengar bahwa ada yang berkomentar kasus SDN Gadel 2 itu sebagai aksi persontekan yang sangat rapih danterorganisasi. Pendapat Saya malah bersebrangan. Kasus itu justru menjadi aksi persontekan paling tidak rapi sepanjang sejarah pendidikan. Kenapa? karena ketahuan! Ada kawan di SMIK lain, yang jelas-jelas ketahuan ngerepek dengan ponselnya, ponselnya dirampas, tapi langsung dikembalikan. Karena tentu ada kesepakatan bersama secara diam-diam untuk menjaga citra.

Ini seperti mencerminkan strategi politik pencitraan yang belakangan sangat populer dan berhasil. Sekali lagi, Saya melihat fenomena ini sebagai penegas hipotesa tentang spiral keburukan yang terjadi di Indonesia, yakni keburukan yang melahirkan keburukan lain. Seperti teori Rene Girard, tentang sistem mimesis, yakni masyarakat yang melakukan tiru meniru secara desdruktif. Dalam kajian ini, yang Saya maksud tak lain adalah pemerintah. Bagi rakyat, pemimpin adalah sebuah mediator. Dan mediator adalah sebuah model. Nah,kondisi tatkala masyarakat menduplikasi mediator, maka seseorang tersbut telah terjebak dalam proses mimesis.

Kejujuran di Negeri ini memang kronis. Membudaya sampai pada tingkat birokrasi terkecil.. Kejujuran kamuflatif lebih populer karena dianggap mengangkat citra. Padahal, sejatinya kejujuran telah tersemat di tiap sila pancasila sebagai dasar filosofi negara, juga terperam dalam ajaran setiap agama yang ada. Yang jadi pertanyaan, apa Indonesia sudah kehilangan dasar filosofinya? Apa pancasila hanya menjadi bacaan wajib anak SD setiap pagi atau Presiden pada satu Juni?

UNAS memang dicerca sana-sini, tapi tetap saja berjalan. Beberapa pihak mencurigai sebagai perjuangan oknum tertentu yang diuntungkan dengan jalannya "tujuan tunggal" sekolah tersebut. Saya beberapa kali menulis tentang UNAS, diantaranya  UNAS = LELUCON YANG DIPERTAHANKAN , TABIAT SEBELUM UNAS VS TABIAT SESUDAH UNAS , 10 TIPS GAGAH MENGHADAPI UNAS . Yang semua berisi tentang alangkah ndagelnya pemerintah mempertahankan UNAS.

Tapi, Kita juga harus lebih objektif lagi, karena kejujuran sangat mahal sekarang. Orang jujur ditendang dari kedudukan karena dianggap menghalau konspirasi. Agaknya tabiat ala pejabat sudah tertular sampai umur belia. Jika diteruskan, korupsi dan segala bentuk ketidakjujuran yang menghancurkan stabilitas negara akan terus membudaya. Mereka tidak jujur juga karena ada suatu tuntutan yang tidak rasional dan sistematis. Bukan hanya soal UNAS, tapi target pribadi, takut malu. Takut malu itu baik, tapi lebih baik jika dibarengi dengan takut tidak jujur.

Over all, kita harus turut prihatin, karena ditendangnya Ibu Siami yang mencoba memperjuangkan kejujuran, mulai menampakkan betapa orang jujur mulai dihabisi secara terang-terangan!  Sekarang waktunya Kita bergotong royong, bergandengan, menghancurkan ketidakjujuran kronis secara terbuka pula!

Oleh : Dipa Utomo
(Partisipasi dalam gerakan #IndonesiaJujur yang diprakarsai oleh bincangedukasi.com )