UNAS = LELUCON YANG COBA DIPERTAHANKAN

Aku pernah diberi sedikit humor siang hari oleh anak SD yang aktif di bidang lingkungan dan kehijauan. Umurnya tak lebih dari satu lusin (emang ada?12 maksudnya). Mukanya nggak ganteng-ganteng amat. Malah masih gantengan aku ( kalo pake topeng mukanya Brad Pitt). Katanya, kalau mau secara totalitas memerangi penggundulan hutan, pemakaian kayu bagaimanapun harus ditekan, termasuk kertas, pensil yang bahan dasarnya kayu. Kalok gitu UNAs juga musti ditekan atau dimusnahkan sekalian eksistensinya. muahahahaha. dia ketawa. KRIK. Aku nggak ketawa soalnya udah pernah denger waktu umur satu lusin (emang ada? 12 maksudku).

Tapi itu merefleksi kembali pada stigma-stigmaku yang sempat terlarut waktu. UNAS di depan mata. Sudah tinggal menghitung hari. kayaknya anggak sampe 4 bulan. Dan mau tak mau aku harus menghadapinya karena aku juga berkapasitas untuk itu. *sigh

Kita pikir lagi. Apa UNAS fungsional? tidak. Apa guna UNAS? tidak tahu. Hanya pemerintah yang tau. dan lebih berbau pembenaran. Masak sih sekolah tiga tahun hanya dilandaskan tiga hari itu? gajebo amat pemerintah. mentang-mentang orang pemerintah pada tua-tua, waktu mereka lulus SMA nggak pake UNAS-UNASAN. Jadi keputusan mereka mempertahankan lelucon ini absolut subjektif. Tidak melihat dari sudut pandang siswa-siswa dari balik bangku. Mungkin saat UNAS mereka hadir di sekolah-sekolah. Namun sekali lagi itu seperti parodi belaka karena tak lebih dari sesi foto untuk memuaskan narsisme mereka, bisa juga sebagai pantas-pantasan. Toh ya mereka hadir juga nggak ngefek. Cuma nambah-nambahin silau aja pake blitz wartawan.


Anak yang pinter di kesehariannya, bisa saja nasibnya buruk saat Unas. Misalnya Anak dengan IQ 165, yang bagi dia nilai 8 seperti nilai 2, satu jam sebelum unas Ngelindur terus jatuh dari apartemen lantai sembilan. Karena nggak ikut Jamsostek, tangan kanannya yang ditemukan nyangkut di pot bunga kagak bisa disambung dalam waktu 15 menit soalnya isolasinya habis. Ini misalnya aja loh ya. Lantas nggak mungkin kan anak deangan IQ 165 itu memaksakan diri ikut UNAS dengan tangan satu dan wajah berdarah-darah karena akan menimbulkan kepanikan masal. Dan ahirnya si anak dengan IQ 165 itu nggak lulus karena nggak ikut UNAS. Masa depan yang mustinya terang benderang hancur karena lelucoan bodoah aorang-orang yang pikirannya egois.

Itu cuma secuil dari fakta yang secara artifisial bisa kalian terjemahkan sendiri. tapi maaf sajaa, kayaknya google translate nggak mau menerjemahkan kalimat orang anon pemerintah.

Dan lagi, Untuk sekolah menengah kejuruan (SMK), tentu saja pendidikannya lebih didominasi oleh pembelajaran skill dan motorik. sedangkan tiga tahun belajar (termasuk magang), keberhasilannya hanya ditentukan oleh tes tiga hari yang bersifat kognitif. ckckckck.. sangat bertolak belakang. Kalo pemerintah memberi alasan nggak guna kayak, : "sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh UNAS, kan juga ada ujikom yang bersifat motoris" . Ngibul pak. percuma aaja. kalo Unas nggak lulus ya tetep aja nggak lulus.

Lagipula, sesuatu yang seperti itu, pastinya dapat dilakukan dengan cara curang. Rahasia umumlah . Nggak tau pemerintahnya yang buta apa rakyatanya yang bejat. Yang pasti UNAS cuma formalitas pemerintah untuk mendidik rakyatnya untuk menyelesaikan sesuatu dengan cara apapun. Ya nggak nyalahin kalok nantinya akan tumbuh Gayus-gayus baru.

secara konstitusipun sudah ribuan yang protes. tapi masih aja nggak digubris. Malah kabarnya berkas laporan yang bejibun itu alih fungsi jadi ganjel pintu biar nggak uglik-uglik.

Sudahlah, Pemerintah itu memang tuli, tapi bermulut besar. secara eksplisit, UNAS itu bodoh.