Penjara

1.

Kenangan-kenangan keparat itu datang lagi. Kenangan-kenangan tentang penjara yang tertimbun waktu. Dengan seorang sipir penjara sebagai peran antagonisnya. Aku selalu mengingat caranya melotot, menyilangkan tangan, dan membanting sesuatu.

Suatu kesalahan kecil akan didakwa dengan sangat berat. Persis negeri tirani yang saking kejamnya, jika diceritakan tidak akan lolos sensor LSF.

Tubuhku yang kurus kecil tak berdaya oleh digdaya sipir penjara. Senjatanya gagang sapu, teko kaca, kaleng soda, gajah keramik, atau apa saja barang yang ada dalam jangkauan tangannya. Di dalam penjara ini, kamu tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apapun. Makanan yang disediakan persis seperti makanan penjara kebanyakan : tidak penting apa selera narapidana. Pokoknya narapidana adalah pesakitan. Tidak punya hak ngomong apa-apa.

Tetapi, jika makanan penjara yang tidak kamu sukai itu tidak dimakan, maka kamu akan ditendang, dipentung, diancam, dijambak, ditampar, dicaci maki dan ditendang tanpa ampun. Begitu juga dengan kesalahan-kesalahan kecil lainnya seperti melipat baju tidak rapih sedikit atau memasang sprei tidak senada. Jangan harap bisa hidup tenang di penjara ini.

2.

Sipir penjara gadungan ini barangkali memiliki kelainan jiwa antara lain obsesive compulsive disorder, hipertiroidisme, ablutomania, ansietas akut, sadomasokis, dan  hipernasisme.

Satu-satunya tempatku melarikan diri adalah ruangan penjara terlarang. Di mana aku bisa melihat langit biru dan burung-burung bangau terbang ke selatan di bulan November. Satu-satunya tempat yang membuatku merasa hidup. Dengan sapaan angin sore yang lembut dan awan yang bermacam-macam bentuknya.

Jika ketahuan, bisa celaka.

3.

Sipir penjara gila itu juga kreatif untuk menciptakan kalimat-kalimat intimidatif :

"Mau kamu tak pukul kepalamu pakai ini sampai kepalamu bocor?" katanya sambil memegang teko berbahan kaca yang sangat tebal.

"Mau kamu tak tonjok mulutmu sampai rompal!" Ya. Dengan kata-kata persis seperti itu.

"Aku nggak pernah tanya rasa masakanku ke kamu karena kamu sama sekali nggak ngerti tentang rasa!" Ya. Harusnya aku paham, sipir penjara itu tidak pernah berniat memasak untuk narapidananya yang pesakitan, hanya jaga-jaga supaya aku tidak mati. Makanan penjara. Pff.. I don't know what i expected.

"Jangan kurang ajar ya! Tak bogem kamu!"

Atau kadang-kadang tanpa kata-kata, kalimatnya menyaru menjadi gagang sapu berbahan bambu, sabuk dengan gesper besi, lampu meja, gelas, piring. Para narapidana sudah biasa kepalanya benjol, lututnya berdarah, rambutnya rontok, dan memar-memar

4.

Pagi ini, aku menyapu kamar kosku yang kecil dengan sapu bergagang bambu.
Entah kenapa aku ingin tertawa terbahak-bahak sampai puas. Orang-orang yang bersyukur, akan menertawakan masa penjajahan di masa merdeka yang manis. Meski kenangan-kenangan keparat itu tak bisa pergi, seperti sekumpulan Loranthus europaeus pada batang pohon jambu.

Comments