KUDA SEMBRANI

Kuda itu mengerang, meringkuk, dan membungkuk ke arah dirinya sendiri
Seperti udang, ia menggeliat-geliat, terkapar, menampakkan kefanaannya
Ia telah terjebak dalam sembilan belas kisah epos akibat dari kutukan yang diterimanya
Kutukan yang meninggalkan bekas luka di leher sebelah kanannya

Pagi mengejar-ngejar ia yang berlarian tunggang langgang, pincang, dan berang
Tetapi ia sanggup berlari lebih cepat ketimbang pagi

Menangis ia kepada keempat kaki-kaki kuatnya
Diumpatnya. Tetapi kakinya tak bergeming, diam saja

***

Satu kisah epos terakhirnya tidak muncul di zaman Zoroaster, Byzantium, maupun zaman orang-orang berjanggut
Kisah penumpasan kutukannya tumbuh di pinggiran sungai
Ia tumbuh sebagai kembang kangkung
Kadang tersenggol sepatu, botol susu bayi, bungkus kondom, dan tangan kiri milik korban mutilasi
Korban mutilasi itu dulu penulis puisi
Hilang sedasawarsa, dicari seluruh negeri
Puisinya menyentil kemahabesaran yang mulia

Hingga orang-orang kekar pasukan khusus memiting tangannya hingga putus
Telinganya dijadikan santap siang anjing-anjing istana
Kemaluannya jadi gantungan kunci mobil enam belas milyar milik panglima
Ganci ini simbol keperkasaan, kemerdekaan, pikirnya

***

Ia menyaksikan lonte-lonte bicara tentang kuasa
Bahan bicaranya dari berita di  koran bekas bungkus tahu isi
Menikmati ia proses tawar menawar transaksi dengan tukang becak, penjaga laundry, kenek truk angkut, dan calo tiket bioskop
Ia ingin merasa seperti calon pejabat tawar-menawar kursi

***

Seketika ada tsunami
Melahap bantaran kali
Kangkungnya mati
Abadi
Habis puisi